Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil
dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja’ bin
Amr An-Nakha’i, ia berkata: ”Adalah
di Kufah terdapat pemuda tampan, dia
kuat beribadah dan sangat rajin. Suatu
saat dia mampir berkunjung ke kampung
dari Bani Na-Nakha’. Dia melihat
seorang wanita cantik dari mereka
sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran.
Dan ternyata, si wanita cantik ini pun
begitu juga padanya. Karena sudah
jatuh cinta, akhirnya pemuda itu
mengutus seseorang melamarnya dari
ayahnya. Tetapi si ayah mengabarkan
bahwa putrinya telah dijodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar.
Si wanita -akhirnya- mengirim pesan lewat seorang untuk si pemuda, bunyinya, ‘Aku telah tahu betapa besar
cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku’. Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, ‘Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu:
”Sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar.” (Yunus: 15) Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobarannya.’
Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata: ”Walau demikian, rupanya dia masih takut
kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertakwa kepada Allah dari orang lain.
Semua hamba sama-sama berhak untuk itu.” Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan
perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih
menyimpan perasaan cinta dan rindu kepada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus dan kurus menahan perasaan
rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan si pemuda itu seringkali berziarah ke
kuburannya, dia menangis dan mendo’akannya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya: ”Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?”
Dia menjawab: ”Sebaik-baik cinta - wahai orang yang bertanya – adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat
menggiring menuju kebaikan”.
Pemuda itu bertanya: ”Jika demikian, kemanakah kau menuju?” Dia jawab: ”Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak.”
Pemuda itu berkata: ”Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu.” Dia
jawab: ”Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku minta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah subhanahu wa ta’ala) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah.”
Si Pemuda bertanya: ”Kapan aku bisa melihatmu?” Jawab si wanita: ”Tak lama lagi kau akan datang melihat
kami.” Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadirat-Nya, meninggal
dunia.
Sumber: Kisah-Kisah Nyata Tentang Nabi, Rasul, Sahabat, Tabi’in, Orang-orang Dulu dan Sekarang, Syaikh
Ibrahim bin Abdullah Al-Hazimi, Darul Haq.
No comments:
Post a Comment